Tuesday, April 17, 2018

Teori "Balance" menurut J K Wilson

J. K Wilson

John King Wilson (seorang Head Cutter di salah satu firma di Savile Row dan pemenang dua kali penghargaan Dandy Trophy) punya teori yang menarik tentang "Balance" (keseimbangan) pada pakaian. Balance, dalam definisinya adalah "keharmonisan antara desain dan proporsi pola".  Menurut dia Balance adalah pondasi atau kunci keberhasilan membuat pola pakaian.

Dalam teorinya, ada 4 (empat) faktor atau jenis Balance pada pakaian.
  1. Major Vertical Balance
  2. Major Lateral Balance
  3. Minor Vertical Balance
  4. MinorLateral Balance

Keempat faktor atau jenis Balance diatas adalah penentu fit tidaknya pakaian ketika dikenakan. Karenanya harus diperlakukan secara berhati-hati. Kelalaian pada salah satunya bisa menyebabkan akibat yang fatal.

Setiap orang punya bentuk tubuh yang unik, berbeda baik dari segi ukuran maupun posturnya. Bentuk turun pundak seseorang, misalnya. Ada yang lurus (tidak terlalu turun), ada yang turun secara tajam. Untuk mengetahuinya, selain kita perhatikan dengan pandangan mata, kita bisa ukur jarak vertikal antara Nape Point (titik pertemuan antara kaki krah dan badan belakang baju seseorang) dengan ujung tulang pundaknya. 

Esensi dari membuat pola pakaian adalah menerjemahkan ukuran dan postur seseorang dalam sebuah gambar pola. Keterampilan mengambil ukuran dan kemampuan memperhatikan postur menentukan hasil akhir dari sebuah pola. 

Major Vertical Balance

Major Vertical Balance adalah keseimbangan antara panjang pola badan depan dengan pada pola badan belakang. Disesuaikan dengan postur seseorang, apakah ia berfigur normal, erect (ndegek/membusung) ataukah stoop (sangkuk/membungkuk).
Major Vertical Balance

Panjang yang dimaksud disini bukanlah panjang secara hanya total, tetapi juga panjang per-bagian. Misalnya jarak Nape Point dan Garis Dada pada pola badan belakang dibandingkan dengan jarak antara Neck Point dan Garis Dada pada pola badan depan. Atau jarak antara Garis Dada dengan Garis Pinggul pada pola badan belakang dibandingkan dengan Garis Dada dan Garis Pinggul pada pola badan depan.

Diantara yang lain, Major Vertical Balance adalah yang terpenting untuk diperhatikan. Kesalahan dalam memperlakukan Balance jenis ini bisa mengakibatkan perombakan total pada sebuah pola. Pemicunya biasanya kesalahan dalam menilai postur dan pengambilan ukuran yang berhubungan dengannya.

Major Lateral Balance

Major Lateral Balance adalah keseimbangan posisi horisontal Neck Point depan terhadap Garis Depan (Center Front) atau Garis Lebar Dada. Disesuaikan dengan erect/ndegek atau stoop/sangkuknya seseorang.
Major Lateral Balance

Posisi horisontal Neck Point ini berpengaruh secara langsung dengan jarak diagonal Lebar Dada. Dalam bahasa lokal, Balance ini penentu "mbanting" tidaknya pola badan depan. Semakin erect/ndegek postur seseorang, semakin "mbanting" pula pola badan depannya.

Bentuk dada seseorang juga mempunyai pengaruh pada Balance ini. Sebagaimana seseorang dengan postur erect/ndegek, umumnya mempunyai bentuk dada yang lebih bidang. Orang berpostur stoop/sangkuk sebaliknya, umumnya mempunyai bentuk dada yang rata/kurang bidang.

Cara mengkoreksi Balance ini adalah dengan hanya sekedar menggeser posisi Neck Point secara horisontal. Bisa digeser ke samping untuk orang berpostur erect/ndegek, dimana pergeseran ini membuat pola badan depannya semakin "mbanting" ke samping. Atau bisa juga di geser ke depan untuk orang berpostur stoop/sangkuk, dimana pergeserannya menyebabkan pola badan depannya tidak "mbanting" atau lurus saja.

Minor Vertical Balance

Minor Vertical Balance adalah keseimbangan vertical yang bersifat lokal. Berhubungan dengan bentuk pundak seseorang dan juga bentuk lehernya.
Minor Vertical Balance

Tepatnya, Balance ini berfokus pada kesesuaian antara kemiringan bahu seseorang dengan kemiringan bahu pada pola ditambah ketebalan padding/bantalan bahu. Sebagaimana Balance yang lain, untuk melakukannya, selain dengan pengamatan postur, bisa dibantu dengan pengambilan ukuran pada ujung bahu dibanding Neck Point atau bisa juga Nape Point-nya.

Yang dimaksud lokal adalah, Balance ini hanya berpengaruh pada area sekitar bahu dan kedalaman kerung ketiak, tidak terlalu berimbas pada garis-garis dasar yang lain. Oleh karena itu, secara teori, bila ada kesalahan, Balance ini paling mudah direvisi bila dbandingkan kedua Balance yang kami uraikan sebelumnya.

Minor Lateral Balance

Minor Lateral Balance adalah keseimbangan yang berhubungan dengan bentuk dan ukuran dasar dari seseorang. Berhubungan dengan perbandingan antara lebar badan depan dengan lebar badan belakang.

Fokus Balance ini adalah pada angka-angka hasil ukuran, bukan pada postur. Masing-masing ukuran bisa langsung diterapkan secara apa adanya pada pola. Tentu saja dengan tetap dengan menambahkan ease/sela kelonggaran pada bagian-bagian tertentu dan perbandingannya dengan ukuran-ukuran yang lain.
Minor Lateral Balance

Balance ini juga bersifat lokal. Artinya, sebagian besar tiap titik atau garisnya bisa kita koreksi secara langsung tanpa berakibat perubahan pada titik atau garis yang lain.

Meskipun demikian, tetap harus kita perlakukan dengan hati-hati. Karena Balance ini juga yang paling mudah tampak atau dikenali oleh pelanggan. Bahkan, Balance inilah yang pertama kali diperhatikan pelanggan ketika proses fitting.

Dari sudut pandang Tailor, urutan prioritas yang harus diperhatikan adalah sesuai dengan urutan diatas yaitu 1. Major Vertical Balance 2. Major Lateral Balance 3. Minor vertical Balance 4. Minor Lateral Balance. Meskipun pelanggan biasanya memperhatikannya secara terbalik. Mereka biasanya melihat apakah pakaiannya muat apa tidak ditubuhnya (Minor Lateral Balance). Kemudian apakah bentuk pundak dan kerung ketiaknya sesuai/nyaman apa tidak (Minor Vertical Balance). Dan seterusnya.

Pembahasan lebih detail mengenai tiap Balance diatas (termasuk pada celana) , akan kita sambung di artikel-artikel yang akan datang , in sya Alloh.

Itulah empat jenis Balance yang di kemukakan oleh J. K Wilson dalam teorinya. Meskipun istilah dan pembagian jenis Balance  ini adalah istilah dan pembagian yang dia ada-adakan sendiri (sebagaimana pengakuannya), tetapi teori Balance-nya ini diterima dan di apresiasi oleh komunitas Tailoring.

Salam Pembelajar.

Thursday, April 12, 2018

Bespoke, MTM, Dan Identitas Sistem Tailoring Kita

Sebagai sebuah bidang usaha (Trade),  dalam Tailoring lazim dikenal ada 3 sistem, yaitu Bespoke, Made to Measure (MTM) dan Ready To Wear (RTW). Setiap sistem punya suatu ciri pembeda (difresiansi) dengan sistem lainnya. Dari ciri-ciri pembeda ini kita dapat mengetahui identitas Sistem Tailoring sebuah Tailor.

Semakin maju dunia Tailoring sebuah negara, semakin mudah pula ciri-ciri pembeda ini untuk di-identifikasi. Disamping karena kebanyakan Tailor di negara tersebut mendeklarasikan secara tegas Sistem Tailoring yang dipakai, juga karena tingkat pemahaman pelanggannya yang juga tinggi dalam dunia Taioring.

Kondisi seperti diatas, berbeda dengan apa yang ada di negara kita. Jangankan kustomer/pelanggannya, kalangan penjahit pun kemungkinan masih banyak yang kurang paham dengan istilah bespoke, MTM, RTW atau istilah-istilah Tailoring lainnya. Beberapa diantaranya memahaminya dengan saling tertukar antara satu dengan istilah lainnya.

Bagi penjahit, dalam melakukan pekerjaan sehari-harinya,  memahami istilah-istilah ini sebenarnya tidaklah terlalu penting. Toh pemahaman, kemampuan dan kebutuhan tailoring sebagian besar masyarakat belum menuntut ini. Tetapi di dunia maya, dimana batas-batas teritorial negara menghilang dan kita seringkali berinteraksi dengan penjahit dari negara lain, barangkali ada baiknya bagi kawan-kawan penjahit untuk memahami ketiga Sistem Tailoring diatas beserta difresiansinya.

Bespoke Tailoring.

Pada jaman dulu, ketika seorang pelanggan membutuhkan sebuah pakaian, maka dia akan mendatangi tailor shop langganannya. Di dalamnya, pelanggan bisa memilih bahan yang tersedia (juga bisa memesan bahan khusus) disana. Pelanggan kemudian bisa berdiskusi dan berkonsultasi dengan Tailor tentang jenis pakaian dan style yang diinginkannya. Tailor kemudian membuat pakaian pelanggan tersebut mulai dari nol, termasuk membuat pola dan fitting-nya. inilah hubungan dan cara kerja tradisional sebuah usaha (trade) Tailoring. Dan sistem kerja tradisional seperti inilah yang disebut sebagai Bespoke Tailoring.


Bespoke berasal dari kata be-speak (bicara / bicarakan), maksudnya bicaralah pada tailor akan kebutuhan pakaian anda, baik itu peruntukan acara, bahan, style dan hal-hal detail lainnya. Artinya adalah bahwa tiap pakaian yang dihasilkan oleh Tailor yang menggunakan Sistem Bespoke sangatlah personal. Pakaian itu dijahit hanya dan hanya untuk anda, dengan mengakomodasi ukuran,  selera, gaya dan kebutuhan anda. Pakaian ini mungkin tidak akan fit bila dipakai orang selain anda.

Bespoke Tailoring punya hubungan kerjasama khusus dengan produsen bahan/kain. Pelanggan bisa memesan kain dengan komposisi campuran bahan tertentu (wool dan sutra misalnya) atau motif dan tekstur yang khusus. Kita tentu ingat dengan kasus yang sempat viral di dunia tinju, dimana Connor Macgregor (lawan Floyd Mayweather), ketika timbang badan memakai setelan  jas dengan motif stripe (garis-garis) yang ketika di-zoom ternyata garisnya berupa deretan huruf yang membentuk kata yang tidak senonoh.

Pemesanan bahan khusus seperti ini, hanya bisa dilakukan di sistem Bespoke Tailoring. Bisa dilakukan oleh Tailor itu sendiri, untuk medefinisikan ciri khas atau style tailor shop-nya atau dilakukan oleh pelanggan untuk mengakomodasi selera dan kepribadian personalnya. Semakin maju sebuah tailor, biasanya semakin banyak pilihan bahan yang bisa disesuaikan. Saking banyaknya, katalog bahannya bisa disebut sebagai "perpustakaan" bahan.

Kustomisasi semacam ini, dalam Bespoke Tailoring tidak terbatas pada bahan utamanya saja, tapi juga termasuk tiap bagian dan detail aksesorinya. Mulai dari bahan furing/lining, model saku, dasi, square pocket bahkan sampai ke pemilihan sepatunya.


Proses pengerjaan pakaian pada sistem ini umumnya membutuhkan waktu yang lama. Mulai dari membuat pola, fitting yang berkali-kali sampai jadi sebuah pakaian siap pakai, bisa menempuh waktu beberapa minggu atau juga bulanan.

Kustomisasi tiap detail dari pakaian dan tetek bengeknya ini jugalah yang menjadikan pakaian hasil Bespoke Tailoring sangatlah personal dan eksklusif. Dan eksklusifitas biasanya berbanding lurus dengan tingginya biaya.

Ready To Wear (RTW)

Revolusi industri yang terjadi di eropa berdampak pada meningkatnya kesejahteraan dan kebutuhan pakaian orang-orangnya. Tingginya kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi oleh tailor yang memakai sistem tradisional (Bespoke). Terciptalah sebuah Sistem Tailoring yang memungkinkan untuk memproduksi pakaian secara massal. Sistem produksi massal inilah kemudian dikenal dengan nama Ready To Wear (RTW). Atau disebagian belahan dunia lain ada yang menyebutnya dengan "off the rack (OTR)".
Jas rtw

Dalam sistem RTW, pakaian dibuat mengikuti standar kebanyakan orang. Ukurannya di kategorisasi menjadi size-size tertentu. Biasanya yang di jadikan acuan adalah ukuran lingkar dada dan panjang baju untuk pakaian atasan,  dan lingkar perut untuk bawahan.

Proses pengerjaan pakaian jenis ini dilakukan secara massal, seringkali mengandalkan kemampuan bahan siap pakai, mesin-mesin jahit, alat pressing, dan finishing yang modern. Bagian-bagian pakaian dalam sistem ini dikerjakan secara terpisah. Para pekerjanya tidak dituntut memiliki pengetahuan yang menyeluruh tentang proses pembuatan pakaian. Yang penting dia menguasai satu bagian tertentu dari proses pembuatan pakaian, misalnya bagian membuat saku saja atau memasang krah saja. Proses pengerjaan sistem RTW ini mampu menghasilkan pakaian dalam jumlah yang lebih besar dalam waktu yang tidak terlalu lama bila dibandingkan dengan sistem tradisional.

Hasil jadi produksi pakaian sistem ini tersedia di toko-toko retail. Pelanggan hanya perlu mendatangi toko-toko tersebut, memilih dan mencobanya, untuk kemudian bisa langsung dibawa pulang. Sederhananya, hasil pakaian ini disebuat pakaian siap pakai.

Bila ada ketidak cocokkan ukuran tertentu, entah panjang lengan, lebar bahu atau yang lainnya, kustomer tinggal membawa pakaian tersebut ke speasialis alterasi atau tukang permak untuk disesuaikan. 

Penggunaan pola yang di standarkan dan kecepatan  pengerjaannya memungkinkan pemangkasan biaya produksi secara signifikan. Oleh karena itu harga pakaian hasil produksi jenis sistem ini relatif jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil produk Bespoke Tailoring.

Made To Measure (MTM).

MTM secara mudahnya adalah jalan tengah dari kedua sistem diatas (Bespoke dan RTW). Dalam sistem Bespoke, disamping kelebihan eksklusifitasnya, punya kekurangan dalam hal biaya. Tidak semua orang butuh pakaian yang eksklusif dan sangat personal, juga tidak semuanya mampu menjangkau biaya produksinya. Dalam sistem RTW, meskipun harga pakaiannya relatif lebih bisa dijangkau semua orang, punya kelemahan dalam hal ukuran yang hanya menyediakan ukuran standar. Sistem MTM mengakomodasi kelebihan dan kekurangan kedua sistem diatas dan memcoba menyediakan titik komprominya.

Tailor yang memakai sistem MTM ini, cara pembuatan pola pakaiannya, sama dengan cara yang dipakai oleh sistem RTW. Yakni pola-pola standar. Dari pola standar ini dibuatlah pakaian-pakaian jadi yang nantinya difungsikan sebagai sarana fitting/pengepasan. Untuk pengerjaan dan penyelesaiannya, sistem yang dipakai bervariasi, ada yang di pecah per bagian seperti RTW, ada juga yang dikerjakan dengan utuh seperti sistem tradisional.

Pelanggan yang datang ke tailor MTM, diambil ukuran dasarnya saja. Untuk kemudian dipersilahkan mencoba pakaian jadi yang sudah dipersiapkan untuk kemudian dilakukan penyesuaian. Misalnya diketahui lingkar dada si pelanggan adalah 100 cm. Berarti kategori ukurannya adalah size 50 (standar itali) atau size 40 (standar inggris). Pelanggan diminta mencoba pakaian jadi sesuai size-nya yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Kemudian Tailor atau pekerjanya membuat catatan tentang penyesuaian-penyesuaian kecil yang perlu dilakukan pada pola standar untuk mengakomodasi ukuran-ukuran atau postur pelanggan yang tidak pas. Catatan ini kemudian di bawa kepada pembuat pola, pola standarnya lalu di modifikasi, untuk selanjutnya bisa dimulai proses pengerjaan pakaian si pelanggan.
Jas made to measure

Pelanggan juga dipersilahkan memilih bahan dan style yang diinginkan, tapi tetap terbatas pada bahan dan style yang sudah dipersiapkan contoh jadinya. Berbeda dengan sistem Bespoke dimana biasanya pengambil ukuran dan pembuat pola adalah orang yang sama, pengambil ukuran untuk sistem MTM bisa dilakukan orang lain, bisa sales toko atau konsultan pakaian. Proses fitting juga dilakukan pada sistem ini.

Hasil pakaian dari MTM ini mungkin tidak se-personal dan se-eksklusif  hasil Bespoke, tetapi lebih aman dari ill-fitting akibat kekurang piawaian pembuat pola. Karena penyesuaian yang dilakukan pada pola standar adalah penyesuaian-penyesuaian kecil/minor saja. Biaya produksi sistem ini relatif lebih rendah,  dan proses pengerjaannya juga lebih cepat dibanding Bespoke Tailoring.

Handmade, Canvassing dan Kualitas.

Banyak yang menganggap handmade (jahitan tangan) dan Canvassing (pelapisan Bubat/Buntut kuda) itu hanya ada pada sistem Bespoke. Bahkan ada juga yang mengira bahwa Bespoke adalah "Teknik Menjahit". Anggapan ini adalah anggapan yang salah kaprah. Benar bahwa semua Bespoke Tailoring adalah handmade dan pastinya menggunakan teknik Canvassing pada pelapisan jasnya. Tetapi kebanyakan MTM papan atas juga menggunakan teknik handmade dan canvassing yang sama, kecuali tentunya RTW yang umumnya menggunakan teknik fusing/lem.


Perbedaan utama antara Bespoke dan MTM adalah pada cara pembuatan pola, pilihan bahan khusus dan keterbatasan style-nya.

Kualitas masing-masing sistem diatas sangat tergantung pada kepiawaian pekerjanya. Umumnya dan idealnya, tentu saja produk Bespoke mestinya lebih fit dipakai dan lebih unggul kualitasnya,  mengingat waktu dan proses pembuataannya. Tapi kenyataannya, tidaklah selalu demikian. Banyak ditemui produk Bespoke yang tidak fit dan kualitas jahitannya sama saja atau lebih rendah dibanding RTW.

Ketiga kategori sistem diatas, menurut saya, bukanlah sebuah ukuran peringkat. Masing-masing sistem punya kesulitan dan tantangan yang berbeda. Dan pelanggan bisa memililh sistem mana yang sesuai dengan kebutuhannya.

Identitas Tailoring Kita.

Pertanyaan selanjutnya, dari ketiga sistem diatas, manakah yang sesuai untuk disebut sebagai identitas tailoring kita?

Sebagaimana kami sebutkan diatas, perbedaan tegas ketiga sistem diatas bisa dengan mudah kita identifikasi pada negara-negara yang bidang Tailoringnya maju. Tetapi batasan-batasan perbedaan ketiganya menjadi agak samar pada negara-negara yang bidang tailoringnya tidak terlalu maju, seperti negara kita, Indonesia.

Sebagian Tailor kita ada yang bisa kita identifikasi dengan mudah. Kebanyakan konveksi, misalnya, bisa kita identifikasi sebagai pengguna sistem RTW atau OTR. Beberapa Tailor papan atas di negara kita juga bisa kita identifikasi sebagai Bespoke Tailoring, walaupun kebanyakan tidak tegas dan terkesan malu-malu mendeklarasikan Sistem Tailoring yang dipakainya.

Sedangkan kebanyakan Tailor (dan mungkin seluruh Tailor kelas menengah), tidak bisa dengan mudah kita identififikasi sebagai MTM atau Bespoke. Dalam cara pembuatan pola, hampir semua Tailor kita menggunakan Sistem Bespoke, dimana untuk tiap satu pelanggan dibuat satu pola. Dalam hal pemilihan bahan dan style yang tersedia, kebanyakan Tailor kita mirip dengan identitas MTM. Sedangkan dalam cara pengerjaannya, walaupun tidak dipecah per- bagian, kecepatan proses dan hasil produknya mungkin setara dengan RTW (termasuk hasil produk kami sendiri). Bingung kan?

Mungkin jawabannya kita bisa meniru istilah yang dipakai di benua amerika. Disana, baik Bespoke maupun MTM, disebut dengan istilah yang sama yaitu Custom Tailoring.  Barangkali inilah identitas yang pas untuk Sistem Tailoring kebanyakan Tailor di negara kita. Kita anggap saja istilah ini sebagai kompromi identitas.

Pada akhirnya, apalah artinya sebuah istilah bagi sebuah identitas. Toh, pelanggan kita tidak terlalu peduli dengan istilah-istilah diatas, selama mereka cocok dan puas dengan produk kita, apapun identitas Tailoring kita, tidak jadi masalah. Tetapi, ada baiknya bagi penjahit untuk memahami istilah-istilah diatas agar tidak menggunakan istilah-tesebut secara tumpang tindih dan menyebutkannya secara salah kaprah.

Catatan tambahan :
Komunitas Tailoring di inggris pernah mengajukan gugatan keberatan pada otoritas periklanan  atas dipakainya istilah "Bespoke" dalam iklan pakaian yang dikerjakan dengan sistem MTM. sayangnya, gugatan ini secara resmi ditolak. Alasan penolakannya adalah karena merujuk kamus dimana Bespoke di artikan sebagai "made by order" (dibuat sesuai pesanan). Jadi menurut otoritas periklanan inggris semua barang yang bisa dipesan sesuai pesanan bisa memakai istilah "Bespoke" dalam iklan mereka.

Walau demikian perbedaan identitas antara MTM dan Bespoke Tailoring mestinya adalah sesuatu yang jelas bagi komunitas Tailoring, termasuk para pembelajarnya.

Salam Pembelajar.








Thursday, November 23, 2017

Blaser Batik Pria Full Canvassed

Blaser batik

Salam, kemarin kami mengerjakan pesanan pelanggan yang berupa blaser pria dari bahan batik. Dalam pengerjaannya sengaja kami menggunakan interfacing full canvassed, karena contoh dan ukuran yang dijadikan contoh adalah jas yang full canvassed (yang juga dipesannya dari kami). Sebagai catatan pribadi dan referensi bagi teman seprofesi atau pelanggan, dipostingan ini akan kami share sedikit pengalaman yang kami dapatkan setelah mengerjakan blaser batik pria full canvassed ini.

Seiring meningkatnya tren pemakaian batik, penggunaannya untuk berbagai jenis pakaian pun juga meningkat, termasuk diantaranya untuk jas/blaser. Pelanggan kami ini  menyebut pesanannya sebagai jas batik. Meskipun, kalau anda membaca postingan kami tentang Perbedaan Jas dan Blaser, sebutan yang benar mestinya adalah Blaser. Alasannya, disamping karena motif batik yang kaya warna, juga karena bahan yang dipakai tidak satu setelan dengan celana yang dipakai.

Seperti yang kita tahu, kebanyakan batik dibuat dari bahan berjenis katun. Bahan jenis ini sebenarnya agak kurang pas bila dipakai untuk jas/blaser. Bahan ini juga sangat mudah kusut. Tapi mudah kusutnya bahan bukanlah penyebab kenapa tidak pas untuk jas/blaser, karena bahan berjenis linen pun mudah kusut tetapi jamak dipakai untuk jas/blaser. Kesulitan utama bahan adalah karena terlalu tipis dan berat bahannya yang terlalu ringan.

Bawah jas batik

Kain yang terlalu tipis umumnya sangat sulit dimanipulasi dengan setrika. Dalam proses tailoring jas atau blaser, ada bagian-bagian tertentu yang harus susutkan dan dimelarkan. Ini dilakukan menggunakan manipulasi setrika. Ini agak sulit dilakukan pada bahan ini. Solusinya, mungkin harus diakali pada proses cutting pola. Area lengan misalnya, bila biasanya kelengkungan siku dalamnya sekitar masuk 1.5 sampai 1.75 cm pada bahan lain, pada batik katun sebaiknya dibikin 1 cm saja. Sehingga tidak terlalu butuh dimelarkan dengan manipulasi strika. Untuk kerung lengan sebaiknya kerutannya juga tidak terlalu banyak, yang biasanya bisa lebih dari 3.5 cm, sebaiknya jadikan malsimal 3.5 cm saja.

Lengan jas batik

Bahan yang terlalu ringan juga sering mengaburkan shape/atau bentuk jas/blaser. Seringkali duduk-jatuhnya kain tidak seperti yang kita perkirakan. Tapi untungklah untuk blaser ini kami menggunakan interfacing full canvassed. Sehingga ringannya bahan ini tertolong oleh beratnya haircanvas yang jadi interfacingnya.

Lengan blaser batik

Batik, dalam proses pembuatannya menggunakan malam (sejenis lilin) yang nanti di-luruhkan pada proses akhir. Masalahnya,  pe-luruh-an malam ini seringkali tidak sempurna, sehingga disana-sini masih banyak yang tertinggal, sehingga menyebabkan ke-kaku-an dan ketebalan bahan menjadi tidak merata. Ini juga bisa menimbulkan kesulitan tersendiri ketika bahan ini dijahit menjadi jas/blaser. Karena itu sebaiknya memakai bahan batik yang pe-luruh-an malamnya sebaik mungkin.

Kerah jas batik

Pertimbangan berikutnya adalah pemilihan motif batik dan lebar bahan yang dibutuhkan. Bahan batik umumnya dijual per-potong, dengan panjang bervariasi antara 2 meter sampai 2.5 meter. Untuk batik dengan motif yang di desain menyatu (motifnya satu kesatuan yang bisa digabungkan), sebaiknya menggunakan yang panjangnya 2.5 cm. Atau, kalo panjang bahannya nya 2.25 meter, sebaiknya cari yang bermotif acak sekalian (tidak beraturan). Tidak direkomendasikan memakai bahan dengan panjang 2 meter saja.
Belahan samping jas batik

Proses pembuatan saku, kerah dan detail-detail lainnya, bahan batik ini relatif lebih mudah dikerjakan bila dibandingkan dengan bahan biasanya. Kecuali untuk som, karena sisa-sisa malam agaknya membuat jarum agak sulit ditusukkan.
Lubang kancing jas batik

Secara keseluruhan, blaser batik pria full canvassed ini cukup menantang dan menyenangkan untuk dikerjakan. Dan tidak ada salahnya menjadikan blaser batik full canvassed ini menjadi sebuah tren, bergabungnya dua kultur tradisional yang berbeda, Teknik membatik tradisonal kita, dan teknik tradisional tailoring eropa.

Blaser batik full canvassed

Salam Pembelajar



Saturday, November 18, 2017

Cara Membuat Pola Kerah Jas

Kerah jas pria

Salam, salah satu bagian yang sering diperhatikan dari jas pria adalah kerah. Untuk membuat kerah jas yang bagus diperlukan pola kerah jas yang baik pula. Cara membuat pola kerah ini lah yang nantinya menentukan duduk tidaknya kerah jas pada badan.

Dalam postingan ini kami bagikan langkah-per-langkah pembuatan pola kerah yang biasa kami pakai. Terlepas dari model kerahnya, apakah Notch, Peak atau Shawl, prinsip cara bikin polanya sebenarnya sama saja. Agar mudah dipahami, yang kami jadikan contoh adalah model Notch, yaitu model yang paling umum pada kebanyakan jas pria.

Pola kerah setiap jas biasanya berbeda satu sama lain. Karena itu kebanyakan polanya sekali pakai. Artinya satu pola kerah untuk satu pola badan. Kecuali anda punya semacam template yang yang dijadikan standard model untuk lapel dan kerah.

Pola kerah jas pria

Pola kerah jas pria

Bentuk pola kerah diturunkan dari pola badan. Karenanya untuk membuatnya kita menggunakan pola badannya. Berikut langkah per-langkahnya:

1. Letakkan kertas pola di bawah pola badan. Lalu copy garis-garis dan Titik-tiitik berikut ini:

Pola kerah jas step 1

Copy garis bahu pola badan ke kertas pola dibawahnya. Dan teruskan garis teersebut ke atas.
Pola kerah jas step 2a

Garis Gorge
Pola kerah jas step 2b

Garis lapel
Pola kerah jas step 2c

Dan lanjutkan garis lapelnya ke atas.
Pola kerah jas srep 2d

Berarti saat ini kita punya 3 garis dasar utama
Pola kerah jas step 2e

Copy juga Titik Notch/Pecahan lapel.
Pola kerah jas step 2f

Dan Titik akhir garis Gorge
Pola kerah jas 2g

Bila kita pindahkan pola badan depan, akan tampak seperti ini.
Pola kerah jas step 2h


2. Sekarang kita pergi ke pola badan belakang. Kita ukur panjang kerung lehernya.

Pola kerah jas 3
 Ingat/catat angkanya


3. Gunakan angka pada Langkah 2 tadi untuk membuat tanda pada terusan garis lapel, diukur dari Garis Bahu.

Pola kerah jas 3a

Penampakan sementara
Pola kerah jas 3b


4. Kemudian, dari tanda tadi, buat tanda lain 2 cm di kanannya

Pola kerah jas 4

Hubungkan tanda tadi dengan titik pertemuan garis lape dan garis gorge menggunakan penggaris lengkung.
Pola kerah jas 4a

Penampakan setelahnya.
Pola kerah jas 4b

5. Selanjutnya , dari ujung garis lengkung tadi, buat tanda 2.5 cm di kanannya.

Pola kerah jas 5

Hubungkan tanda tadi dengan ujung garis gorge menggunakan penggaris lengkung.
Pola kerah jas 5a

Penampakan setelahnya.
Pola kerah jas 5b

6. Pada garis lengkung tadi, tandai ujungnya menggunakan ukuran kerung leher pada pola belakang (lihat langkah 2), diukur dari garis bahu.

Pola kerah jas 6

Penampakan setelahnya
Pola kerah jas 6b

Dari tanda tadi, buat garis tegak lurus menggunakan penggaris siku
Pola kerah jas 6b

Penampakan setelahnya
Pola kerah jas 6c

7. Dari Garis tegak lurus tadi, buat tanda 3.5 cm di kirinya.

Pola kerah jas 7

Lakukan hal yang sama pada garis bahu
Pola kerah jas 7b

Penampakan setelahnya
Pola kerah jas 7d

Hubungkan kedua tanda tadi dengan garis lurus
Pola kerah jas 7d

Penampakan setelahnya
Pola kerah jas 7f

8. Pada Titik Notch/Pecahan lapel, buat garis tegak lurus menggunakan penggaris siku.

Pola kerah jas 8

Tandai 3.5 cm
Pola kerah jas 8a

Tanda 1 cm dibawahnya, atau sesuaikan deng Style yang anda inginkan.
Pola kerah jas 8b

Pola kerah jas 8c

9. Menggunakan penggaris kurva (atau sejenisnya), hubungkan tanda tadi dengan garis lurus diatasnya. 

Perhatikan contoh
Pola krah jas 9

Inilah pola kerah jas kita (bergaris biru)
Pola kerah jas 9a

10. Potong polanya. 

Terakhir, sebelum menerapkan pola pada bahan aslinya, cek panjang garis yang kami tunjuk ini dan sesuaikan dengan ukuran kerung leher badan jas yang telah dijahit. Karena kadangkala pergeseran garis ketika proses menjahit, mengakibatkan perubahan panjang pada kerung leher badan jasnya.
Bikin pola jas

Buat pola jas

Demikianlah cara yang kami pakai untuk membuat pola jas pria. Sebelum digunakan, sebaiknya (sebagaimana pola apapun yang anda dapati dari internet) uji cobalah terlebih dahulu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan mencapai hasil yang baik dan bagus menurut selera anda.

Salam Pembelajar.